Monday, March 30, 2009

Peran EQ bagi siswa-siswi SD

Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Ign. Masidjo dalam buku Psikologi Belajar dan Pembelajaran SD (2006:18), kecerdasan merupakan suatu aktifitas kognitif siswa di mana berfikir berperan utama yang tampak dalam tingkah lakunya yang terarah pada penyesuaian diri terhadap situasi baru yang bermasalah. Sebagai contoh seorang anak yang memiliki kecerdasan atau bertingkah laku cerdas, yaitu seorang anak berada di perpustakan, ia akan mengamati keadaan seluruh ruangan, apakah buku-buku disusun dengan rapi dan bersih, apakah para petugas dan pembaca disiplin, menjaga ketenangan, mencari buku apa di bagian mana, apakah ruangan kondusif dan nyaman untuk pengunjung dalam membaca buku. Jadi, kecerdasan yaitu tingkah laku berfikir yang mengarah pada rasa ingin tahu seseorang terhadap sesuatu atau masalah yang baru dan dengan segera ingin memecahkan dan beradaptasi dengan situasi baru tersebut.

Pormadi, dalam artikelnya berjudul Mengembangkan Emosi Dasar Positif (pormadi.wordpress.com/2006/04/27/) mengemukakan, bahwa dalam Kamus Konseling (Sudarsono, 1996), emosi digambarkan sebagai suatu keadaan yang kompleks dari organisme perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam organ tubuh yang sifatnya luas (sakit perut, sulit tidur, berat badan naik atau turun secara drastis dan lain-lain), biasanya ditandai oleh perasaan yang kuat yang mengarah ke suatu bentuk perilaku tertentu, erat kaitannya dengan kondisi tubuh, denyut jantung, sirkulasi dan pernafasan. Dari pengertian tersebut, emosi merupakan sebuah reaksi seseorang ketika berelasi dengan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan hidupnya. Reaksi ini memiliki efek yang positif (membangun) dan negatif (merusak).

Menurut Pormadi dalam artikel Mengembangkan Emosi Dasar Positif dan Emosi Dasar Negatif, (pormadi.multiply.com/journal/item/15/), secara umum emosi dikategorikan menjadi dua jenis yaitu emosi dasar positif dan emosi dasar negatif. Emosi dasar positif adalah perasaan berupa sukacita (joy), yakin/percaya (trust/faith), pengharapan (hope), syukur (praise), berbela rasa (compassion), mau mengerti dan menerima (willingness to understand and to accept). Emosi dasar positif ini sering disebut sebagai kekuatan biofilik (cinta kehidupan, pro vita). Sedangkan emosi dasar negatif adalah perasaan berupa dengki, dendam, iri, kejam, menolak dan tak mau mengerti. Emosi jenis ini merupakan kekuatan nekrofilik karena dapat menjadi kekuatan yang bersifat merugikan dan mematikan. Individu yang mau bertumbuh kembang dan bertransformasi atau mengubah dirinya secara positif, seyogyanya mengembangkan emosi dasar positif dan melawan emosi dasar negatif. Dalam mengembangkan perasaan sukacita, yakin/percaya, berpengharapan, bersyukur, berbela rasa dan mau mengerti serta menerima, harus mempunyai dasar yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang orang miliki, misalnya seperti yang orang Kristiani yakini yaitu ajaran Cinta Kasih, memaafkan orang lain. Artinya, emosi dasar positif harus dikembangkan secara riil, sadar, responsif dan rasional. Agar seseorang dapat bertumbuh dan berkembang menuju pribadi utuh, mereka harus memiliki komitmen dan tanggung jawab dalam menyadari dan menumbuhkan emosi dasar positif ini. Dengan demikian, perbaikan kecil yang terus-menerus dapat berlangsung karena didukung oleh emosi dasar positif yang pro kehidupan.

Dalam artikelnya berjudul Emotional Intelligence, L. Verina H. Secapramana, (Surabaya, 23 Oktober 1999, dokter.indo.net.id/emosi.html) menyebutkan beberapa perilaku yang menunjukkan bahwa seorang anak mengalami kemerosotan emosi, sebagai berikut:

  1. Menarik diri dari pergaulan; lebih suka menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, muram, kurang bersemangat, merasa tidak bahagia, terlampau bergantung.
  2. Cemas dan depresi; menyendiri, sering takut dan cemas, ingin sempurna, merasa tidak dicintai, merasa gugup atau sedih dan depresi.
  3. Memiliki masalah dalam hal perhatian atau berpikir; tidak mampu memusatkan perhatian atau duduk tenang, melamun, bertindak tanpa bepikir, bersikap terlalu tegang untuk berkonsentrasi, sering mendapat nilai buruk di sekolah, tidak mampu membuat pikiran jadi tenang.
  4. Nakal atau agresif; bergaul dengan anak-anak yang bermasalah, bohong dan menipu, sering bertengkar, bersikap kasar terhadap orang lain, menuntut perhatian, merusak milik orang lain, membandel di sekolah dan di rumah, keras kepala, suasana hati sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok teman-teman, bertemperamen panas.

Dalam artikel Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan prestasi Belajar Pada Siswa Kelas II SMU Lab School Jakarta Timur (One.indoskripsi.com), dikemukakan pendapat Goleman, bahwa kecerdasan emosional (Emotional Intellegence) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati (turut merasakan sampai ke hati apa yang orang lain rasakan), serta kemampuan bekerjasama. Menurut Goleman (2002:512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan otak (to manage our emotional life with intelligence), menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial, pandai bergaul.

Menurut penulis, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri, tidak mudah tersinggung, mudah bergaul, menghargai pendapat orang lain, menerima diri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran sehingga dapat berkonsentrasi penuh atau fokus terhadap pekerjaan yang sedang dihadapi dan tindakan baik yang berguna/bermanfaat untuk diri dan orang-orang di sekitarnya. Misalnya, dengan menghargai pendapat orang lain, orang tersebut dan orang-orang di sekitarnya akan memiliki wawasan dan pemahaman yang luas dan dapat menjalin kerjasama yang baik untuk menciptakan kesuksesan-kesuksesan baru.

Cakupan Kecerdasan Emosional yang Berperan dalam Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SD

Shapiro, Lawrence E, Ph.D. (1999:5), dalam bukunya Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, mengemukakan pendapat psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire (1990) yang menjelaskan tentang kualitas-kualitas emosi yang sangat penting bagi keberhasilan seseorang. Kualitas-kualitas tersebut yaitu: empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Setiap siswa SD yang memiliki kualitas-kualitas tersebut di atas dapat dipastikan, bahwa kegiatan belajarnya berjalan dengan mudah tanpa hambatan. Demikian juga dengan prestasi dan hasil belajar yang diperoleh, pasti sangat memuaskan.

Kecerdasan emosional, dalam artikel Pengertian Kecerdasan Emosional (duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11/19/pengertian-kecerdasan-emosional), mencakup motivasi diri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, mengatur suasana hati dan mampu mengendalikan stres sehingga memiliki kegembiraan, kesedihan, kemarahan yang tidak berlebihan. Cakupan lainnya yakni kemampuan untuk memahami orang lain, membina hubungan dengan orang lain, berkomunikasi, kepemimpinan, kerjasama dalam tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi, pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan ataupun kesedihan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin.

Keterampilan ini dapat diajarkan kepada anak-anak di Sekolah Dasar. Anak yang dapat menguasai keterampilan ini, seperti memiliki kesadaran diri, kemampuan dalam mengelola emosi, kemampuan dalam motivasi diri, kemampuan dalam berempati, dan kemampuan dalam menjalin hubungan sosial yang baik di masyarakat, dapat diprediksi bahwa siswa tersebut akan berhasil dalam segala bidang, termasuk dalam prestasi belajar di sekolahnya. Sebab, orang yang mudah tersinggung, dendam, selalu berkonflik, tidak pandai bergaul, suka menyendiri, sering stres, tidak memiliki motivasi hidup yang jelas, akan memiliki pemikiran yang sempit, sulit untuk menerima kritik membangun dari sahabat, bahkan proses belajar di sekolah akan terganggu, dan menyebabkan penguasaan terhadap materi tidak penuh, juga tidak fokus dalam pekerjaan yang membuatnya semakin terpuruk.

C. Pentingnya Kecerdasan Emosional bagi Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SD

Kecerdasan emosional, seperti kesadaran diri, pengendalian diri, semangat, empati, ketekunan, mengatur suasana hati, motivasi diri, hubungan sosial yang baik, mengelola emosi, berfikir positip tentang diri, memberikan peran bagi prestasi belajar siswa SD. Dengan demikian mereka memiliki semangat yang tinggi dalam belajar, prestasi yang menggembirakan, bahkan disegani oleh teman-teman di sekitarnya.

Menurut Ign. Masidjo dalam buku Psikologi Belajar dan Pembelajaran SD (2006:18), dalam proses belajar, Intellegence Quotient (IQ) anak didik tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosionalnya terhadap suatu mata pelajaran. Sebab, belajar merupakan proses dasar dari berkembangnya mental/emosi/perasaan seseorang yang sangat penting bagi kelangsungan hidupnya, di mana seseorang tersebut memperoleh tingkah laku positif yang baru dan menyempurnakan perilaku baik yang sudah ia miliki, sehingga mampu berinteraksi dengan baik dengan lingkungannya dalam hidup sehari-hari.

Menurut Goleman (2000:44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% berasal dari faktor kekuatan-kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan emosional (Emotional Quotient). IQ belum berfungsi dengan baik tanpa diimbangi oleh kemampuan peserta didik dalam menghayati dan menggunakan kemampuan emosionalnya terhadap mata pelajaran yang disampaikan oleh guru di sekolah.

Kecerdasan emosional menambahkan jauh lebih banyak sifat-sifat yang membuat seorang anak menjadi lebih manusiawi, membantu anak menjadi lebih peduli terhadap emosi mereka, berfikir positip tentang diri mereka, bisa bergaul dengan teman sebaya, mengatasi masalah yang dialami, tahan terhadap stres karena ejekan teman-teman dan lain-lain. Dengan kecerdasan emosional ini mereka dapat menikmati hari-hari mereka dengan gembira, bahagia dan mampu berkonsentrasi penuh dalam belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Dalam setiap peristiwa atau kegiatan masing-masing anak, baik dalam pergaulan di sekolah, di masyarakat, EQ selalu berperan dalam menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar, sukses dalam pekerjaan, mengembangkan hubungan yang harmonis dengan siapapun dan dapat mengurangi agresivitas, seperti tawuran antar genk, kelas bahkan antar sekolah, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002: 17).

Menurut penulis, kecerdasan emosional berperan bagi seorang anak karena dapat membantunya dalam menjaga hubungan yang harmonis dengan dirinya sendiri maupun orang di sekitarnya. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan merasa lebih mudah dalam belajar, mudah menangkap penjelasan dari Bapak/Ibu guru saat mengajar, sehingga prestasi belajarnya optimal.

D. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Siswa SD

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali perasaannya sendiri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali dan ikut merasakan emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Sedangkan prestasi belajar menurut Ign. Masidjo dalam buku Psikologi Belajar dan Pembelajaran SD (2006:15) adalah hasil belajar dari suatu aktifitas belajar yang dilakukan berdasarkan pengukuran dan penilaian terhadap hasil kegiatan belajar dalam bidang akademik yang diwujudkan berupa angka-angka dalam rapor. Dari sini dapat dirumuskan bahwa, bila siswa memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, yang mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan mampu membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain maka akan meningkatkan prestasi belajarnya.

Setiap anak memiliki masalah serta cara yang berbeda dalam menghadapinya. Biasanya masalah tersebut mempengaruhi perasaan anak-anak, bahkan dapat mengganggunya dalam belajar, sehingga mempengaruhi proses dan hasil belajarnya di sekolah. Bar-On(2004:63) menyebut perasaan pengganggu tersebut dengan perasaan panas dan perasaan sejuk. Perasaan panas dapat sangat mempengaruhi suasana hati dan pikiran. Sedangkan perasaan sejuk cenderung tidak terlalu berpengaruh kuat, walau tidak menyenangkan tetapi bisa diatasi karena tidak seberbahaya dan jauh lebih sehat daripada perasaan panas. Anak-anak dapat dibantu mengolah atau mengatur perasaan ini dengan memberinya teladan, penghiburan saat anak mengalami goncangan, dan nasehat-nasehat. Bar-On merumuskan tentang bagaimana mengubah perasaan panas menjadi perasaan sejuk, sebagai berikut:

Perasaan Panas

Geram, gusar, panas

Putus asa, patah hati

Merasa sangat bersalah, penyesalan yang sangat dalam

Merasa diri tidak berguna, membenci diri

Merasa sangat terluka

Cemas, takut, dan panik

Perasaan Sejuk

Merasa terganggu dan kesal

Menyesal

Merasa kecewa pada diri sendiri sendiri

Sedih

Prihatin

Merasa terpukul ringan

Selain mengubah perasaan panas yang sedang dialami siswa SD menjadi perasaan sejuk, untuk menghadapi situasi yang tidak menguntungkan menjadi lebih tenang dan ringan, cara berpikir seseorang juga menentukan cara merasakan sesuatu lebih dalam, misalnya dalam menghadapi teman yang berbeda pendapat. Seorang anak yang memiliki cara berfikir baik ia akan menghargai perbedaan tersebut dan memecahkannya secara bersama, namun sebaliknya bila seseorang berfikir sempit tak jarang terjadi perkelahian yang sengit, oleh karenanya berpikir positif sangatlah diperlukan.

Anak yang memiliki kemampuan emosional yang tinggi memiliki peluang besar untuk meraih prestasi belajar dan sukses di bidang apapun. Banyak bukti memperlihatkan bahwa anak yang secara emosional cakap yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan. Anak dengan keterampilan emosional, seperti rasa optimis, kepercayaan diri, empati yang berkembang baik berarti akan hidup bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Sebaliknya, anak yang tidak dapat mengendalikan emosinya walaupun memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi mengalami goncangan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada suatu mata pelajaran ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih.


PERAN KECERDASAN EMOSIONAL BAGI PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA SD

Anak yang tidak memiliki kecerdasan emosional yang memadai, yang hanya mengandalkan otak saja, mereka cenderung memiliki rasa gelisah tanpa sebab, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tidak tepat. Misalnya, memecahkan barang-barang di sekelilingnya, memarahi orangtua tanpa sebab, tidak mau belajar, bermain sepanjang hari tanpa mengenal waktu, minum obat-obatan terlarang, dan lain sebagainya. Biasanya anak-anak seperti ini sering menjadi sumber masalah dan tentunya sangat sulit dalam mengikuti setiap mata pelajaran yang diberikan oleh Bapak Ibu guru.

Karena sifat-sifat tersebut di atas, seseorang yang memiliki taraf kecerdasan emosional rendah, cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stres. Sebaliknya anak-anak yang memiliki taraf kecerdasan emosional yang tinggi, anak akan mudah bergaul, memiliki daya ingat yang tinggi, lebih dapat berkonsentrasi, berselera humor tinggi, dapat mengolah masalah dan segera memecahkannya, tidak pernah stres, hidup sehat, teratur, hidup rukun dan harmonis dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya, dapat mengerjakan tugas tepat waktu, disiplin.

Berikut merupakan Model Kecerdasan Emosional menurut Bar-On (Batu-bata Pembangun EQ) yang dapat membantu siswa SD dalam meningkatkan prestasi belajarnya, yang dibagi dalam 5 (lima) area atau ranah yang menyeluruh.

1. Ranah intrapribadi atau inner-self (diri terdalam, batiniah) merupakan kecakapan dalam mengenali dan mengendalikan perasaan sendiri. Ranah ini menentukan seberapa mendalamnya perasaan seseorang, seberapa puas orang terhadap diri sendiri dan prestasinya dalam hidup. Keberhasilan dalam hal ini membawa orang untuk dapat mengungkapkan perasaan, bisa hidup dan bekerja secara mandiri, tegar, dan memiliki rasa percaya diri dalam mengemukakan gagasan dan keyakinan. Ini mencakup:

a. Kesadaran diri, yaitu kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa individu merasakan seperti itu dan pengaruh perilakunya terhadap orang lain, meliputi keadaan emosi diri, penilaian pribadi dan kepercayaan diri.

b. Sikap asertif, yaitu kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan seseorang, membela diri dan mempertahankan pendapat, serta menghargai pendapat orang lain.

c. Kemandirian, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri, tanpa bergantung sepenuhnya terhadap orang lain.

d. Penghargaan diri, kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan diri, dan menyenangi diri sendiri meskipun memiliki kelemahan.

e. Aktualisasi diri, kemampuan mewujudkan potensi yang dimiliki dan merasa senang atau puas dengan prestasi yang diraih di kelas maupun dalam kehidupan pribadi.

2. Ranah antarpribadi, atau sering disebut sebagai keterampilan bergaul, yaitu kemampuan individu dalam berantaraksi dan bergaul baik dengan orang lain. Ini melingkupi:

a. Empati, kemampuan untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain, kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain.

b. Tanggung jawab sosial, kemampuan untuk menjadi anggota masyarakat yang dapat bekerjasama dan yang bermanfaat bagi kelompok masyarakatnya.

c. Hubungan antarpribadi mengacu pada kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan, dan ditandai oleh saling memberi dan menerima dan rasa kedekatan emosional.

3. Ranah penyesuaian diri, yaitu kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah yang muncul.

a. Uji realitas, kemampuan melihat sesuatu sesuai dengan kenyataannya, bukan seperti yang diinginkan atau takuti.

b. Sikap fleksibel, kemampuan untuk menyesuaikan perasaan, pikiran, dan tindakan dengan keadaan yang berubah-ubah.

c. Pemecahan masalah, kemampuan untuk mendefinisikan permasalahan, kemudian bertindak untuk mencari dan menerapkan pemecahan yang jitu dan tepat.

4. Ranah pengendalian stres, yaitu kemampuan untuk tahan menghadapi stres dan mengendalikan impul.

a. Ketahanan menanggung stres, kemampuan untuk tetap tenang dan berkonsentrasi, dan secara konstruktif bertahan menghadapi kejadian yang gawat dan tetap tegar menghadapi konflik emosi.

b. Pengendalian impul, kemampuan untuk menahan atau menunda keinginan untuk bertindak.

5. Ranah suasana hati umum.

a. Optimisme, kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis, terutama dalam menghadapi masa-masa sulit.

b. Kebahagiaan, kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai dan mencintai orang lain dan diri sendiri, dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan setiap kegiatan/pekerjaan.

Model Kecerdasan Emosional menurut Bar-On, seperti tersebut di atas dapat membantu siswa SD dalam meningkatkan prestasi belajarnya. Setiap siswa SD yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, meliputi kesadaran diri, motivasi diri, optimisme, pemecahan masalah, realistis, bertanggung jawab, berempati, dan lain-lain akan dengan mudah memperoleh segala sesuatu yang diinginkannya dengan proses yang memang sulit namun menyenangkan.

A. Peran Kesadaran Diri

Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa seseorang merasakan perasaan itu dan pengaruh perilaku tersebut terhadap orang lain, meliputi keadaan emosi diri, penilaian pribadi dan kepercayaan diri.

Ajaran Socrates ”Kenalilah dirimu”, dalam buku Kecerdasan Emosional (Goleman, 1999:62) untuk mengenali diri secara lebih dalam atau menyadari perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu timbul, menunjukkan inti kecerdasan emosional. Pelatihan untuk menyatakan perasaan negatif, seperti marah, frustrasi, kecewa, depresi, dan cemas secara tepat sangat penting untuk dilakukan, misalnya melalui keterbukaan atas perasaan yang sedang ia alami kepada orangtua, teman, maupun konselor, sharing, pembimbingan, bernyanyi, menari, maupun berolahraga. Pelampiasan yang tidak tepat, seperti marah-marah, bermain sepanjang hari, makan sebanyak mungkin, memecahkan barang-barang di sekitarnya, merokok, justru menambah intensitas rasa stres atau frustrasi, bukan mengurangi.

Anak yang memiliki kesadaran diri tangguh, kuat bisa mengetahui saat mereka merasa kurang bersemangat, mudah kesal, sedih, ataupun bergairah, dan menyadari bagaimana berbagai perasaan tersebut dapat mempengaruhi proses belajarnya. Sehingga dengan cepat anak dapat menghindari, mengatasi perasaan-perasaan negatif, dan dapat melanjutkan kegiatan belajarnya dengan tenang.

B. Peran Kemampuan Mengelola Emosi

Anak dapat diajarkan untuk mengenali dan mengelola emosi dirinya maupun emosi orang lain. Mengenali dan melepaskan emosi negatif seperti sedih, marah atau frustasi, memahami dampak emosi negatif terhadap diri, mengusahakan supaya pikiran tidak dikuasai oleh perasaan negatif yang sedang melanda hati, merupakan usaha-usaha yang sangat baik dalam mengelola emosi diri seseorang. Emosi merupakan pertanda bagi seorang siswa agar melakukan tindakan dengan terkendali, tidak meluap-luap, untuk mengatasi perasaan yang sedang terjadi pada dirinya. Jika anak mampu mengendalikan dan mengatasi emosinya, cenderung akan mudah dalam mengikuti setiap mata pelajaran di sekolah dan belajar di rumah, karena konsentrasinya penuh dan terfokus pada satu hal yang penting saja.

C. Peran Motivasi Diri

Siswa dengan motivasi diri yang tinggi, akan berproses dengan penuh semangat, dan memperoleh hasil kerja yang tinggi dalam melakukan pekerjaan, dalam belajar, dalam beraktifitas, dan dalam segala hal. Motivasi memacu diri untuk lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang dikerjakan. Ada siswa yang memiliki motivasi diri yang tinggi untuk berprestasi di kelas, ada juga yang rendah. Siswa akan bekerja keras baik dalam situasi bersaing dengan orang lain, maupun dalam bekerja sendiri. Sedangkan siswa yang memiliki motivasi diri yang rendah cenderung takut gagal dan tidak mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi yang optimal.

Motivasi diri dalam belajar, dalam buku Psikologi Belajar dan Pembelajaran SD (Masidjo, 2006:22) memiliki peranan yang khas yaitu memberikan dorongan dan semangat belajar pada siswa, sehingga siswa memiliki banyak motivasi belajar dan energi untuk melangsungkan kegiatan belajarnya.

Kecerdasan emosional akan menjadi sempurna bila dilengkapi dengan kemampuan memotivasi orang lain. Orang bisa memotivasi diri kalau sudah mengenal emosi diri sendiri terlebih dahulu. Seorang siswa SD yang dapat memotivasi dirinya untuk meraih prestasi yang setinggi-tingginya, akan membawa efek yang positif pada teman-temannya. Mereka akan termotivasi dengan keberhasilannya, apalagi kalau ia dapat dengan bangga dan rendah hati membagikan pengetahuannya dan membantu teman-teman yang kesulitan dalam memahami setiap mata pelajaran.

D. Peran Empati

Menurut Bar-On dalam buku Ledakan EQ (2004:149) empati sangat bermanfaat kalau seseorang dapat menangkap apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain-sehingga orang merasa dimengerti dan diterima. Hal ini dapat mempererat kerjasama setiap orang tanpa ada rasa iri hati, permusuhan, dendam, dan meredakan ketegangan.

Dalam setiap aktifitasnya, seorang anak sering kurang mampu dalam memahami perasaan teman-temannya, saling menyalahkan, dan bertengkar. Misalnya, saling mengejek/merendahkan, menghina teman yang miskin, kurang pintar, dan cacat. Hal ini dapat mengganggu proses belajar mereka, sulit berkonsentrasi, tidak fokus terhadap penjelasan guru di kelas, dan timbul perasaan malas belajar. Dengan berempati, menghargai setiap pribadi teman, saling menyayangi, dan memahami sifat teman, seorang anak dapat memperoleh hasil belajar yang menggembirakan karena mereka dapat berkonsentrasi penuh dalam menyimak setiap mata pelajaran, tanpa rasa benci, iri dan dendam.

Guru, orangtua, sebagai sahabat sering memarahi anak karena anak tidak pandai di bidang eksata, selalu memperoleh nilai buruk, dan kalah dalam pertandingan catur, basket. Bila orangtua dapat merasakan perasaan anak, berbicara dari ke hati, menanyakan kesulitan apa yang sedang dialaminya, membesarkan hati anak, dan memuji setiap pencapaian ataupun penemuan anak meskipun kecil, maka anak merasa dimengerti dan diperhatikan, dapat mengungkapkan kesulitannya, dan dapat memperbaiki kesalahannya, memperbaiki cara belajar, dapat berekspresi tanpa diliputi perasaan takut terhadap orangtua.

E. Peran Hubungan Sosial

Sepandai apapun siswa SD dalam kelas, di sekolah maupun dalam pergaulan, jika ia bertindak kasar, semaunya sendiri, sok berkuasa, merasa paling hebat, mudah tersinggung, tidak pernah menghargai orang lain dan mau menang sendiri, pelan-pelan ia akan dijauhi oleh teman-temannya. Anak dengan IQ tinggi juga dapat menjadi ketua kelas, ketua OSIS, atau pemimpin apapun di lingkungan mereka. Namun, bila ia bertindak semaunya sendiri dan tidak peduli dengan pendapat dan perasaan teman-temannya, ia tidak akan disegani dan akan dikucilkan. Anak yang tidak memiliki banyak teman untuk berbagi, perasaan tidak menentu, merasa tidak dihargai, akan malas dalam belajar, sehingga prestasinya di sekolah menurun.

Anak yang mudah bergaul secara sehat, ekstrovert, dan memiliki banyak teman yang baik, akan terhindar dari stres, mudah dalam menghadapi setiap persoalan, fokus dalam setiap kegiatan dan dapat berkonsentrasi penuh dalam belajar.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari makalah ini penulis menyimpulkan, bahwa:

1. Kekacauan, kurangnya pengendalian diri, kurangnya empati, tidak adanya kesadaran diri dan motivasi diri, dan tidak adanya hubungan yang baik dengan orang lain, menandakan lemahnya EQ seseorang.

2. Semakin banyak penyakit yang dirasakan, seperti migrain, sakit punggung, leher kaku, insomnia, badan sering pegal karena kurang berolahraga dan refreshing, semakin rendah EQ orang tersebut.

3. Orang yang dapat berperan dan berperilaku dengan baik, selalu sehat secara emosi dan fisik adalah mereka yang memiliki kecerdasan emosional cukup tinggi.

4. Memiliki keterampilan di bidang EQ, membentuk jiwa anak menjadi lebih berani dan percaya diri, serta lebih mudah dalam menguasai materi pembelajaran di SD yang dapat meningkatkan prestasi belajarnya

5. Semakin tinggi kemampuan kecerdasan emosional anak, seperti kemampuan dalam mengendalian diri, berempati, memiliki kesadaran diri dan motivasi diri, serta memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, semakin mereka mudah dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup saat ini maupun masa-masa mendatang yang sarat akan tuntutan dan tekanan lingkungan.

B. Saran

Agar anak didik memiliki taraf kecerdasan emosional yang tinggi, seperti kemampuan kesadaran diri, kemampuan mengelola emosi, motivasi diri, empati, dan hubungan sosial yang baik dan memperoleh prestasi yang optimal, penulis menyarankan:

1. Bagi orangtua

a. Agar orangtua dapat menerima kondisi anak, sebesar apa kemampuan atau kecerdasan anak, bahkan dapat memuji semua hasil yang diperoleh anak walau kecil. Orangtua tidak perlu memaksa anak untuk menguasai berbagai bidang, harus bisa ini, harus bisa itu. Anak yang merasa terpaksa akan mengalami stres, sehingga semua aktifitasnya terganggu, bahkan aktifitas belajarnya.

b. Orangtua memberi teladan bagi anak-anak dan memiliki hubungan yang harmonis dengan anak-anak.

2. Bagi guru

a. Memberi motivasi di kelas, seperti memberi pujian terhadap setiap pencapaian atau prestasi belajar siswa sekecil apapun.

b. Memberi teladan pada siswa, seperti disiplin dalam mengerjakan tugas, hubungan yang harmonis dengan siswa, dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Goleman, Daniel. 1999. Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Masidjo, Ignasius. 2006. Psikologi Belajar dan Pembelajaran SD. Yogyakarta: Bina Dharma Mulia.

Shapiro, Lawrence E, Ph.D. 1999. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Stein, Steven J, Ph.D, Book, Howard E, M. D. 2000, Ledakan EQ, Trinanda Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, 2004, Bandung, Penerbit Kaifa

Dokter.indo.net.id/1999/10/23/emosi.html/Surabaya.

Duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11/19/pengertian-kecerdasan-emosional

Iisrasjeed.blogsome.com/2007/04/21/adversity-quotient/. www.google.com

One.indoskripsi.com/2008/9/13/hubungan-antara-kecerdasan-emosional-dengan-prestasi-belajar-pada-siswa-kelas-ii-smu-lab-s.

Pormadi.wordpress.com/2006/04/27/mengembangkan-emosi-dasar-positif/– www.google.com.

Rickylinanda.wordpress.com/2008/02/11/memelihara-kecerdasan-emosional/

Strategika.wordpress.com/2007/07/05/kecerdasan-emosional/